Pemimpin dunia berkumpul di resor mewah Swiss untuk membahas peta jalan perdamaian Ukraina, namun ketidakhadiran Rusia memicu skeptisisme.
Tiga tahun sejak invasi Rusia ke Ukraina, peperangan masih belum usai. Ukraina kukuh mempertahankan wilayahnya, sementara Rusia terus melancarkan serangan di wilayah timur dan selatan.
Meskipun tanpa kehadiran Rusia, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy optimis bahwa konferensi ini akan "mencetak sejarah."
"Kita telah berhasil membawa kembali gagasan bahwa upaya bersama dapat menghentikan perang dan membangun perdamaian yang adil," kata Zelenskyy dalam konferensi pers bersama Presiden Swiss Viola Amherd.
Konferensi yang digelar di resor Bürgenstock tersebut dihadiri lebih dari 50 kepala negara dan pemerintahan, serta 100 delegasi dari berbagai organisasi internasional.
Namun, negara-negara kunci seperti India, Afrika Selatan, dan Brazil hanya mengirim perwakilan tingkat rendah.
China, sekutu Rusia, juga absen. Mereka berpendapat proses perdamaian harus melibatkan Rusia dan Ukraina.
Selama konferensi, Zelenskyy menyerukan agar konferensi ini dapat menjadi landasan untuk mengakhiri konflik. "Pada konferensi perdamaian pertama, kita harus menentukan bagaimana mencapai perdamaian yang adil, sehingga pada konferensi kedua, kita sudah bisa mencapai kesepakatan nyata untuk mengakhiri perang," ujarnya.
Sementara itu, di medan perang, pasukan Rusia berhasil menguasai wilayah timur dan selatan Ukraina dalam beberapa bulan terakhir.
Konferensi ini berfokus pada tiga agenda utama: keamanan nuklir, bantuan kemanusiaan dan pertukaran tahanan perang, serta keamanan pangan global yang terganggu akibat perang.
Namun, agenda tersebut dinilai masih jauh dari rencana perdamaian 10 poin yang diajukan Zelenskyy sebelumnya, yang mencakup penarikan mundur pasukan Rusia dari Ukraina dan pemulihan perbatasan Ukraina.
Presiden Rusia Vladimir Putin menginginkan kesepakatan damai berdasarkan konsep netralitas Ukraina dan pembatasan kekuatan militernya.
Ukraina yang ingin bergabung dengan NATO ditentang keras oleh Rusia. Putin menawarkan gencatan senjata dengan syarat Ukraina membatalkan niatnya bergabung NATO dan menarik mundur pasukan dari wilayah yang dianeksasi Rusia.
Para analis menilai tawaran Putin tersebut sulit diterima Ukraina, terlebih karena Ukraina saat ini tengah dalam posisi yang lemah.
Meskipun banyak perhatian dunia terfokus pada perang di Gaza dan pemilihan nasional, para pendukung Ukraina ingin dunia kembali menaruh perhatian pada pelanggaran hukum internasional oleh Rusia dan pemulihan wilayah Ukraina.
Kelompok Internasional Crisis Group memprediksi bahwa konferensi ini "tidak mungkin menghasilkan banyak hal substansial."
Namun, konferensi ini dinilai sebagai kesempatan bagi Ukraina dan sekutunya untuk menegaskan pelanggaran berat yang dilakukan Rusia.