Nairobi, Kenya — Ribuan pengunjuk rasa membanjiri jalan-jalan Nairobi pada hari Selasa (25/6/2024), dengan kemarahan yang memuncak hingga membakar sebagian gedung parlemen Kenya. Insiden ini merupakan serangan langsung terbesar terhadap pemerintah dalam beberapa dekade terakhir. Para pengunjuk rasa, kebanyakan dari mereka adalah pemuda, melawan kenaikan pajak yang diusulkan dalam rancangan undang-undang keuangan baru.
Polisi Melakukan Tindakan Keras
Para jurnalis melaporkan setidaknya ada tiga jenazah di luar kompleks parlemen setelah polisi menembakkan peluru tajam. Petugas medis melaporkan lima orang lainnya tewas, dengan lebih dari 30 orang terluka, 13 di antaranya terkena peluru hidup.
Para pengunjuk rasa awalnya mendesak agar para legislator menolak rancangan undang-undang tersebut, yang memberlakukan pajak baru pada negara yang menjadi pusat ekonomi di Afrika Timur ini. Mereka memprotes tingginya biaya hidup yang semakin memberatkan masyarakat. Namun, para legislator tetap meloloskan undang-undang tersebut dan melarikan diri melalui terowongan saat para pengunjuk rasa berhasil masuk ke gedung parlemen.
Gedung-gedung Pemerintahan Terbakar
Selain gedung parlemen, kantor gubernur Nairobi juga sempat terbakar, dengan asap tebal terlihat dari fasad putihnya. Polisi menggunakan meriam air untuk memadamkan api.
Di tengah kekacauan, internet di Kenya mengalami gangguan besar yang disebut oleh NetBlocks sebagai “disrupsi besar.” Presiden William Ruto, yang saat itu berada di luar Nairobi menghadiri retret Uni Afrika, belum memberikan komentar resmi mengenai situasi ini.
Seruan untuk Mengakhiri Kekerasan
Komisi Hak Asasi Manusia Kenya merilis video yang menunjukkan petugas menembaki pengunjuk rasa dan mendesak Ruto untuk segera mengeluarkan perintah untuk “menghentikan pembunuhan.”
Sebelumnya, Ruto berusaha meredakan ketegangan publik dengan menyatakan bahwa ia bangga dengan pemuda Kenya yang menggunakan hak demokratis mereka. Namun, bagi banyak pemuda yang mendukung Ruto dalam pemilihan presiden, mereka merasa dikhianati oleh janji-janji ekonominya yang tidak terealisasi.
Kerusuhan di Berbagai Kota
Kerusuhan tidak hanya terjadi di Nairobi. Di kota-kota lain seperti Naivasha, tempat Ruto berada, pengunjuk rasa meneriakkan “Ruto harus pergi.” Di kota barat Nakuru, para pengunjuk rasa mencoba menyerbu Gedung Negara, dan bentrokan juga terjadi di kota pesisir Kisumu. Gubernur Mombasa turut bergabung dalam aksi protes di depan kantornya sebagai bentuk dukungan.
Di Embu, para pengunjuk rasa membakar kantor partai yang berkuasa, dan di Nyeri, polisi berhadapan dengan pengunjuk rasa di jalan-jalan yang dipenuhi asap. Stasiun televisi KTN melaporkan bahwa mereka menerima ancaman dari pihak berwenang untuk menghentikan siaran mereka terkait liputan protes.
Seruan dari Para Pemuka Agama
Para uskup Katolik nasional mendesak polisi untuk tidak menyerang pengunjuk rasa dan meminta pemerintah mendengarkan keluhan warga mengenai pajak yang dianggap tidak wajar. Mereka mengatakan, “negara ini sedang berdarah... keluarga-keluarga sangat menderita.”
Dalam insiden sebelumnya, dua orang tewas dalam protes serupa minggu lalu, dan kelompok masyarakat sipil telah memperingatkan adanya tindakan keras dari pemerintah. Presiden Masyarakat Hukum Kenya, Faith Odhiambo, menyatakan bahwa 50 orang Kenya, termasuk asistennya, telah “diculik” oleh orang-orang yang diduga sebagai petugas polisi. Sebagian besar dari mereka adalah pengunjuk rasa vokal yang diambil dari rumah, tempat kerja, dan ruang publik sebelum protes berlangsung.
Respons Internasional
Para diplomat dari 13 negara Barat, termasuk Amerika Serikat, menyatakan keterkejutan mereka atas insiden di luar parlemen dan menyuarakan keprihatinan mereka atas kekerasan dan penculikan para pengunjuk rasa.
Pejabat kepolisian tidak segera memberikan komentar saat diminta klarifikasi. Ketua Parlemen Moses Wetangula telah mengarahkan inspektur jenderal polisi untuk memberikan informasi tentang keberadaan mereka yang hilang.
Di hari yang sama, ratusan petugas polisi Kenya, yang sering dituduh melakukan pelanggaran oleh para pengawas hak asasi manusia, tiba di Haiti untuk memimpin pasukan multinasional yang didukung PBB melawan geng-geng kuat yang menguasai negara tersebut. Meskipun penugasan ini menghadapi tantangan hukum di Kenya, pemerintah Ruto tetap melanjutkan, dengan dukungan dari Presiden AS Joe Biden.